Label

Thank You For Visiting My Blog

Jumat, 15 April 2011

Indonesia Masih Terjajah, Impor Ikan Jutaan Ton di Negeri Maritim

Tragis, Kementrian Kelautan dan Perikanan menemukan adanya permintaan jutaan ton impor ikan dan produk perikanan dari luar negeri. Parahnya hal ini beru terdeteksi setelah pihak kementrian memberlakukan pengetatan terhadap permohonan impor ikan dari pengusaha dalam negeri.

Tak urung hal ini membuat gerah Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad. Kemarin dengan tegas ia mengumumkan bahwa KKP baru saja menolak permohonan impor ikan sebesar 3 juta ton. Ia juga mengatakan bahwa kementriannya menolak impor baso ikan dari Malaysia sebagai produk turunan dari perikanan. Jumlahnya 500 toin perbulan.

"Saya shock, ada orang minta izin (impor ikan) kepada saya me*lalui provinsi hampir men*dekati 3 juta ton. Saya bilang ka****lian gila. Saya pastikan, se*la*ma saya masih menjadi men*teri, maaf tidak akan dapat izin sa*ma sekali," te*gas Fadel di Jakarta, Kamis (14/04).
Sejauh ini menurut Menteri Fadel, ternyata impor ikan jutaan ton tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun dan yang lebih menyakitkan 94-95 persen dari ikan impor adalah ikan yang sudah diproduksi oleh nelayan Indonesia, artinya negeri kepulauan ini yang memiliki jumlah perairan lebih luas dari daratan tidak kekurangan jenis ikan."Nggak boleh, Ke depan akan Saya upayakan agar ikan yang diproduksi dalam negeri tidak boleh di impor, ke*cuali ikan yang khusus seperti amachi, salmon, itu boleh dan memang re*levan. Di luar itu, tidak bisa," tandasnya.

Sementara Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP, Vicky Nikijuluw mengungkapkan bahwa total impor ikan pertahun di Indonesia mencapai 55 persen dari total produksi perikanan tangkap nasional. "Jumlahnya bisa mencapai 5,4 juta ton pertahun," terangnya, Kamis (14/04).

Ia juga mengatakan bahwa impor didominasi ikan jenis kembung dan layang, dua jenis ikan yang cukup banyak tersedia di dalam negeri. "Bahkan kita juga menemukan ada impor lele yang rutin dari Malaysia sejumlah 3600 ton per tahun," terangnya.

Tidak Ada Proteksi Dari Pemerintah

Menyedihkan, ucapan itu keluar dari M. Riza Damanik dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) yang aktif memperjuangkan nasib nelayan tradisional di Indonesia.

"Indonesia sebagai negara kepulauan atau negara maritim, tetapi fakta menunjukkan kita masih mengimpor ikan dari Pakistan. Padahal kita tahu Pakistan hanya sepertiga dari luas wilayah Indonesia. Apakah sebetulnya kita kekurangan ikan karena ikan tersebut banyak diekspor, atau dicuri, atau memang kita tidak memiliki teknologi untuk mengekspor lebih lanjut?," sungt Riza, mempertanyakan fakta yang ditemuinya di lapangan.

Ia menuding bahwa pencurian ikan yang masih marak terjadi di negeri ini, bahkan terkesan ada pembiaran membuat nelayan kita gagal bersaing dengan nelayan asing justru di wilayah mereka, Indonesia yang kaya akan ikan.

"Sudah lebih dari 15 tahun aktivitas pencurian ikan di laut Indonesia belum teratasi. Saya kira salah satu faktor pemicu adalah tidak adanya keberanian diplomasi yang lebih untuk mengajak negara-negara di dunia untuk melawan kejahatan perikanan ini," terangnya.
Ia bahkan mengatakan bahwa dalam penelusuran KIARA ada 10 negara yang aktif melakukan pencurian ikan di Indonesia. "Data terakhir kerugian negara sekitar US$ 2 - 4 juta. Kalau kita melihat dalam konteks pencurian ikan, kami mencatat setidaknya ada 10 negara yang secara konsisten aktif setiap tahunnya mencuri ikan kita," paparnya.

"Ada China, Malaysia, Filipina dan beberapa negara lainnya. Kita melihat mereka rutin melakukan penangkapan ikan di laut kita. Seyogyanya perlu ada langkah diplomasi yang lebih untuk mengatakan agar mereka tidak boleh melakukan pencurian ikan lagi di laut kita. Sayangnya ini tidak dilakukan," imbuhnya.

Masih Terjajah Di Lautan

Riza Damanik juga mencatat dalam 10 tahun terakhir jumlah nelayan kita berkurang 25%. Sekarang jumlahnya sekitar 2,8 juta kepala keluarga nelayan tangkap di laut.

Untuk itu ia lalu menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor penyebab berdasarkan temuan di beberapa daerah. "Pertama, karena kebijakan yang tidak menguntungkan. Kedua, karena memang ada pengabaian baik oleh pemerintah maupun industri yang melakukan pencemaran di laut mereka. Ketiga, ada yang disebut dengan praktik pengusiran. Ini jelas sekali terlihat di kawasan industri pariwisata dimana nelayan-nelayan kita tidak boleh menangkap ikan dengan alasan wilayah pariwisata," terangnya.
Terakhir aktivis yang tak pernah lelah memprotes kebijakan pemerintah yang merugikan nelayan tersebut menekankan bahwa peran dan perhatian pemerintah terhadap para nelayan dan pengusaha ikan tradisional justru tidak terlihat di negeri yang menurut sejarah diisi oleh pelaut - pelaut handal dan memiliki kekayaan laut yang tidak ternilai.

"Kuncinya ada di pemerintah, selama ikan kita masih dicuri, selama nelayan tidak dibekali dengan tehnologi, selama tidak ada proteksi terhadap produk perikanan lokal, maka selama itu juga kita terus dijajah negara lain di laut kita sendiri," pungkasnya. [musyafaur rahman]


sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=7971380

Tidak ada komentar:

Posting Komentar